Archive for June 24, 2011

KISAH TANPA JUDUL (untuk sementara)

Friday, june 24th 2011
Kurasakan hembusan nafas terberatku hari ini. Merasakan segala macam perasaan ga keruan yang memenuhi rongga dada dan liuk likunya pikiran. Sungguh menyakitkan dan menyesakkan. Merasa menjadi orang terbodoh, tergagal dan kesepian. Begitu kacau sekali.
Kutatap wajah – wajah ceria yang terpampang jelas di album foto dan memutar kembali video penuh tawa bahagia dalam ingatan ini. Sungguh ga bisa kubayangkan senyum itu lenyap dengan apa yang akan mereka peroleh esok hari. Suatu kabar yang membuat segalanya berubah. Yang pertama kali tentu saja adalah senyum ceria mereka semua. Murid – muridku tersayang.
Esok, hari sabtu. Hari yang sudah ditentukan oleh sekolah kami untuk membagikan laporan hasil belajar siswa selama satu semester. Hari dimana mereka harus menerima keputusan untuk naik kelas atau ga. Semuanya bergantung pada hasil rapat kenaikan kelas yang diadakan kemarin. Hari dimana dimulainya cerita kegagalanku sebagai wali kelas yang membina dan seorang guru yang mengajar dan mendidik.

Hari kamis merupakan acara darmawisata yang awalnya sempat diundur karena sekolah mengadakan PSB (Penerimaan Siswa Baru) untuk jalur BL (Bina Lingkungan) dan Gakin (Keluarga miskin) pada hari senin. Setelah mendengarkan saran Kepala Sekolah (Kepsek) yang meminta acara tersebut dipindah hari menjadi hari kamis. Akhirnya diputuskan bahwa acara darmawisata berubah hari menjadi hari kamis. Di hari selasa segala rencana persiapan dan pembagian tugas sudah fix termasuk urusan konsumsi dan transport. Acara darmawisata membentuk panitia kecil yang sudah berjalan sesuai dengan pembagian tugas masing – masing. Hanya saja untuk urusan konsumsi dan transport, siswa yang kebagian tugas ini melibatkan orang tua mereka. Pembayaran pun juga sudah diberikan.

Rabu, acara seminar nasional yang tidak mewajibkan para pendidik (guru) untuk bisa datang ke sekolah kembali bila acara selesai. Otomatis persiapan untuk pelaksanaan darmawisata hanya bisa mengharapkan dari panitia kecil yang terbentuk. Perjalanan menuju tempat seminar sekitar jam 8 pagi, diterima sms dari seorang guru yang tidak mengikuti seminar (berada di sekolah). Besok, kamis sekolah mengadakan rapat dinas kenaikan kelas yang dimulai pukul 8 pagi. Dengan pikiran kalut karena seharusnya konsen dengan acara seminar jadi terpecah dengan rencana darmawisata yang bertepatan juga dengan rencana rapat dinas. Pikiran yang terlintas yaitu meminta kembali persetujuan Kepsek dengan acara darmawisata besok. Setelah berkirim informasi lewat SMS dengan beberapa panitia yang masih berada di area sekolah, akhirnya ga juga bisa mendapatkan ijin dari seorang guru yang membuat acara rapat dadakan yang diselenggarakan besok. Akhirnya, karena berujung tidak mendapatkan informasi pasti dari panitia tadi, kuputuskan untuk menelpon Kepsek langsung. Dengan meminta ijin keluar ruangan untuk menelepon Kepsek, kucoba untuk terus menahan emosi. Kepastian keputusan dari Kepsek pun ga juga membuahkan kepuasan bagiku. Terkesan plin plan. Pada saat beliau memutuskan memindah hari darmawisata dari hari senin menjadi kamis dan juga dia membuat keputusan mengadakan rapat dinas diadakan hari kamis juga, apa beliau lupa dengan janji yang sudah dia sepakati bersama kami? Dalam hal ini, orang tua siswa sudah mengetahui kepastian keberangkatan darmawisata adalah besok, hari kamis dari surat keterangan yang kelas kami sudah buat bersama. Surat keterangan yang menitikberatkan tanggung jawab penuh pada wali kelas dan panitia kecil yang terbentuk karena acara diadakan di luar sekolah. Surat keterangan yang meminta tanda tangan orang tua siswa dan siswa itu sendiri sebagai persetujuan rencana darmawisata tersebut. Dan juga, untuk pemesanan konsumsi dan transport langsung melibatkan orang tua siswa langsung. Khususnya konsumsi, ga bisa begitu saja untuk membatalkannya. Panitia yang bertanggung jawab untuk urusan ini bahkan sudah belanja dan memasak. Masalah transport terkendala pada kesanggupan sopir bis yang melupakan permintaan kami untuk mengantar dan menjemput kami semua menuju tempat tujuan darmawisata. Akhir dari sehari penuh tanpa kepastian, selanjutnya tinggal diriku selaku wali kelas yang bersikap. Rencana tetap terlaksana karena melihat pemesanan cathering sebanyak 90 snack untuk sarapan pagi, 45 kotak untuk makan siang, dan kepastian mendapat akomodasi dengan menyewa 3 mobil carteran walau baru mendapatkannya seusai sholat maghrib sudah tidak bisa dibatalkan. Walau acara berlangsung dengan tidak bisa membawa serta guru – guru yang sudah terpilih sebagai pendamping di acara ini karena terkendala pada rapat dinas besok. Akhirnya bisa sedikit menghirup nafas lega, walau hati ga bisa tenang dan pikiran yang ga bisa diajak santai. Melihat ombak pantai yang sedang besar – besarnya, hanya bisa berharap semoga rencana ke pantai besok lancar. Dan anak – anak senang dengan keinginan pilihan mereka.

Kamis, the deadline. Berkumpul jam 8 di sekolah. Keterpaksaan membuatku meninggalkan rapat dinas di sekolah. Berbekal kepercayaan kepada salah seorang teman guru untuk bisa meng-handle kelasku. Dengan semua kendala yang kuhadapi hari itu benar – benar menguras otak dan emosi. Begitu banyak hal yang membuat emosiku terpancing. Mulai dari ulah beberapa siswa yang juga termasuk dalam panitia kecil, lambatnya laju taksi argo menuju tempat wisata, perasaan iri karena melihat teman (guru pendamping yang bersedia menemani) yang bisa dengan mesranya menikmati hari kebersamaan itu bersama calon pendamping hidupnya, keinginan beberapa siswa yang bermain di laut di tengah ombak yang begitu besar, dan akhirnya harus menelan kecewa karena dia yang kusayang ga bisa datang menjemput karena masih berkutik dengan kesibukan pekerjaannya. Padahal terbersit niatku untuk memperkenalkannya ke murid – muridku tersayang, salah satu kebanggaan yang kupunya.
Sepulang dari darmawisata, harus menerima kabar keputusan dari rapat dinas. Siswa – siswaku 7 orang dinyatakan tinggal kelas dan 14 naik bersyarat. Astaghfirullaahula’dziim… Parahnya lagi, aku sudah ga dipercaya untuk menjadi wali kelas. Dan teman guru yang kupercaya untuk bisa meng-handle kelasku ternyata lebih dulu mengundurkan diri dari rapat dinas tersebut dengan alasan ada kegiatan yang mengundang kehadiran dia untuk berceramah. Kuhibur diriku dengan hunting sunset di Melawai dengan ditemani dia yang kusayang. Ternyata matahari sore itu, mengetahui isi hati dan pikiranku. Langit memberikannya warna kelabu. Siluet jingganya tak mampu menandingi mendungnya angkasa. Sore itu hanya jeprat – jepret ga jelas sebagai upaya mengalihkan pikiran dari rasa penat dan lelah. Menghabiskan senja duduk berdua di tempat biasa kami mencari ketenangan dengan menatap hamparan air laut dan menikmati gemuruh deru anginnya.
Sesampai di rumah masih saja kucoba menghibur rasa lelahku. Memilih foto hasil jepretan acara darmawisata tadi siang untuk dipajang di pesbuk dan bisa dinikmati beberapa siswa yang ikut darmawisata tadi. Entah kenapa perasaanku sesak banget malam itu ditambah dengan SMS teman yang ikut rapat dinas tadi, ada kewajibanku sebagai wali kelas yang belum kulaksanakan, yaitu mengisi absensi dan kepribadian siswa yang akan disertakan pada penulisan raport. Dengan masih berpikir alasan apa yang bisa kuberikan ke Kepsek untuk ketidak hadiranku di rapat dinas pada hari itu.

Hari ini, dengan upaya beberapa malam untuk bisa tidur lelap. Sia – sia. Memastikan informasi atas ketak berhasilanku sebagai wali kelas karena memang aku ini “dudul”. Aku sudah gagal. Kuhadapi hariku hari ini di sekolah dengan kenyang oleh tatapan muka penuh ga senang atas ke”dudul”anku atau mungkin juga dengan semua yang ada padaku dan nada – nada sumbang dari beberapa pihak. Berusaha tetap memakai topeng cuek ala “All is well”. Upaya menjelaskan alasanku untuk ga bisa menghadiri acara rapat dinas terkalahkan dengan kehadiran tamu dari sekolah lain yang ingin menambah ilmu untuk belajar sama beliau (Kepsek). Akhirnya pulang dengan tangan hampa dan kecewa yang berlipat – lipat. Akhirnya kucoba untuk mengirim SMS ke beberapa siswa kelasku untuk meminta maaf karena sudah menjadi wali kelas yang gagal buat kesuksesan mereka:
Dengan berat hati sayang mengungkapkan rasa kecewa saya kepada siswa X-1. Kalian sudah menyalahgunakan kepercayaan saya lagi. Seharusnya acara kemarin tidak perlu dilaksanakan. Saya sudah mewanti – wanti untuk menyegerakan remidi. Ternyata ga ada laporannya sama sekali ke saya untuk pelaksanaan remidinya. Dan akhirnya saya pun juga harus kecewa dengan hasil rapat kemarin. Tapi selebihnya ini semua bukan kesalahan kalian. Tapi salah pada diri saya semua. Maaf, bila selama saya jadi wali kelas kalian, saya tidak / belum bisa memberikan yang terbaik buat kesuksesan kalian. Saya sudah gagal menjadi wali kelas kalian. Gagal membina dan mendidik kalian. Tapi jujur selama saya menjadi wali kelas, kalian adalah siswa – siswa terbaik yang pernah saya bina dan punya. Maafkan atas kegagalan saya ya nak. Maafkan ibu.. Dwi N.H”. Dan berbagai SMS balasan yang kuterima dari siswa – siswaku menanggapi SMS yang sudah kukirim ke HP mereka. Semakin terpukul dan akhirnya ga kuasa menahan air mata membayangkan senyum mereka yang hilang sebelum libur sekolah. Membayangkan banyaknya raut wajah kecewa, sedih dan rasa tak percaya yang terpancar dari wajah siswa – siswaku dan juga orang tua mereka. Kegagalan.
Merasa ga sanggup terus membayangkan rona sedih dan kecewa yang akan kuterima besok pada saat bagi rapot, kucoba sharing dengan dia yang kusayang. Karena rasanya sudah sangat penat beban batinku sampai saat ini. Alhamdulillaah dia punya waktu untukku hari ini. Kata – kata bijak sekaligus penguat di keterpurukanku hari ini benar – benar sangat kuperlukan. Dia yang kusayang berpendapat bahwa biar alam yang mengajarinya (belajar dari lingkungan). Kita bisa saja memaksa kuda, keledai, gajah ataupun kucing untuk ikut mendekati sumber mata air (menarik ataupun mendorong mereka), tapi kita ga akan bisa menyuruh mereka (memaksa) untuk meminum airnya. Atau kita bisa memaksa seseorang untuk berbuat baik ataupun buruk tapi tetap saja keputusan ada di tangan pribadi masing – masing. Semua sudah ada yang mengatur. Sukses, gagal atau apapun itu. Setiap orang sudah ada jatahnya masing – masing (takdir = jalan hidup). Every cloud has silver line. Sudah mulai tenang rasanya hati ini sampai pada akhirnya ternyata hari ini pula adalah hari dimana puncak kecewaku harus tertumpuk tinggi. Kudapati foto “dia yang tak ingin kusebut” terpajang berseri di pesbuk dia yang kusayang. Miris banget. Sakit, kecewa, sedih, kesal, dan benci terasa sesak memenuhi jiwa. Komplit teraduk menjadi satu adonan kegilaan dan rasa nyeri di kepala. Wanna scream out of loud. It’s not fair. It was hard and hurt day.
Dengan sisa tenaga yang kupunya, masih ada satu hal yang harus segera kulakukan yaitu rencana untuk ke rumah Kepsek seusai maghrib membicarakan alasan ketidak hadiran dalam rapat dinas kemarin dan juga maksud lainku yaitu mengusahakan siswa – siswaku yang ga naik kelas supaya ada kebijakan lain untuk bisa naik kelas. Tapi dari nada suara yang keluar dan kata – kata lugas beliau yang menyatakan tidak ingin diganggu dulu malam ini dan baru bisa mendengar alasanku adalah setelah acara pembagian rapot besok. Lengkaplah sudah rasa sedihku hari ini. The end.
Malam ini.. masih saja terpikirkan dengan apa yang sudah aku dapatkan dalam beberapa hari terakhir sampai sekarang. Melihat dengan apa yang tak inign kulihat. Terus terpikirkan dengan apa yang sudah kutemukan dan kulihat. Huuuft…


NB:
Apa benar “Kegagalan adalah sukses yang tertunda”?
Jika memang benar semoga dari kegagalan itu kita semua mendapat sesuatu yang sangat berharga (pelajaran/ hikmah). Dan jangan pernah terperosok pada lubang yang sama. Mari belajar bersama dari kegagalan.

June 24, 2011 at 4:27 pm 2 comments



More clock widgets here

June 2011
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930  

Categories

Recent Posts